Powered By Blogger

Kamis, 03 Desember 2009

BIBEL vs AL-QUR’AN (Pandangan Kristen)


lBibel adalah Kalamullah/God’s Word
lSetiap Kalamullah adalah benar
lBibel adalah benar
l
lBibel adalah benar
lSetiap yang bertentangan dengan Bibel adalah
l tidak benar
lAl-Qur’an bertentangan dengan Bibel
lAl-Qur’an tidak benar
lBEBERAPA BUKTI PERTENTANGAN
AL-QUR’AN DENGAN BIBEL

Ketuhanan Isa/Jesus

Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan bahwasanya Allah salah satu dari yang tiga.

(Al-Ma’idah:73)

Isa/Jesus Anak Tuhan

Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata sesungguhnya Allah ialah al-Masih putera Maryam.

(Al-Maidah: 72)

Penyaliban Isa/Jesus

Padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak menyalibnya, tetapi orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka.

(Al-Nisa’: 157)

lPANDANGAN TOKOH-2 KRISTEN TERHADAP AL-QUR’AN

1. Leo III, Kaisar Bizantium (717-741)

Terjadi korespondensi antara Umar ibn Abd al-`Aziz dengan Leo III. Umar mengajaknya masuk Islam. Leo III menjawab, antara lain:

Mengenai kepunyaanmu (kitabmu), kamu telah memberikan contoh–contoh yang salah, dan orang tahu, di antaranya, bahwa al-Hajjaj, kamu menyebutnya sebagai Gubernur Persia, menyuruh orang-orang untuk menghimpun buku-buku kuno, yang ia ganti dengan yang lain yang dikarangnya sendiri, menurut seleranya, dan yang ia propagandakan di mana-mana di dalam bangsamu. Karena ia adalah lebih mudah untuk menjalani tugas seperti itu di antara penduduk yang berbicara dengan bahasa yang satu. Meskipun demikian, ada beberapa karya dari Abu Turab yang lolos dari bencana tersebut, karena al-Hajjaj tidak dapat menghilangkannya sepenuhnya.

l
l

2. Johannes dari Damaskus/Yuhanna al-Dimasyqi (c. 652-750)

Muhammad, sebagaimana telah disebutkan, menulis banyak cerita bodoh, yang setiap satu darinya, ia lengkapi sebelumnya dengan judul. Misalnya diskursus mengenai wanita, yang mana ia dengan jelas melegalisir seseorang untuk memiliki empat istri dan seribu selir jika sanggup, sebanyak yang ia mampu menjaga mereka disamping empat istri. Orang tersebut bisa menceraikan siapa saja yang ia suka, jika ia menginginkannya, dan memiliki yang lain.

l

3. Abd al-Masih al-Kindi (873)

Sergius mempengaruhi dan hampir menjadikan Muhammad sebagai pengikut Kristen; Abdullah ibn Sallam dan Ka‘ab, telah mengubah al-Qur’an. Al-Hajjaj ibn Yusuf al-Thaqafi telah menghilangkan ayat-ayat al-Qur’an. Ibn Mas‘ud menolak menyerahkan mushafnya. Ubayy yang memuat dua tambahan Surah. wujudnya kosa kata asing di dalam al-Qur’an serta ayat-ayat yang hilang dari al-Qur’an,

l

4. Petrus Venerabilis (Peter the Venerable 1094-1156)

Dia memiliki proyek studi Islam yang menghasilkan terjemahan al-
Qur’an ke dalam bahasa Latin—menyerang Islam secara nonmiliter.

Petrus Venerabilis menyatakan al-Qur’an tidak terlepas dari peran setan. Dalam pandangannya, ketika Muhammad menyangkal Kristus adalah Tuhan atau Anak Tuhan, maka sangkalan itu merupakan rancangan setan (diabolical plan). Setan telah mempersiapkan Muhammad, orang yang paling nista, menjadi anti-Kristus. Setan telah mengirim seorang informan kepada Muhammad, yang memiliki kitab setan (diabolical scripture).

l
l

5. Ricoldo Da Monte Croce (1243-1320)

Ricoldo menyimpulkan: Pertama, al-Qur'an hanyalah kumpulan bid‘ah-bid‘ah lama yang telah dibantah sebelumnya oleh otoritas Gereja. Kedua, karena Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru tidak memprediksi sebelumnya, maka al-Qur'an tidak boleh diterima sebagai “hukum Tuhan.” Selain itu, doktrin-doktrin Islam mengenai kesalahan agama Kristen dan Yahudi tidak bisa diterima. Ketiga, gaya bahasa al-Qur'an tidak sesuai untuk disebut menjadi “Kitab Suci”. Keempat, klaim al-Qur'an yang berasal dari ilahi tidak memiliki basis di dalam tradisi Bibel. Selain itu, konsep-konsep etika di dalam al-Qur'an bertentangan dengan pernyataan-pernyataan filosofis.

l

Kelima, al-Qur'an penuh dengan berbagai kontradiksi internal. al-Qur'an sangat tidak teratur. Keenam, kebenaran al-Qur'an tidak dibuktikan dengan mukjizat. Ketujuh, al-Qur'an bertentangan dengan akal. Buktinya, kehidupan MuÍammad tidak bermoral dan al-Qur'an memuat hujatan dan pernyataan-pernyataan yang tidak masuk akal mengenai hal-hal ketuhanan dan sebagainya. Kedelapan, al-Qur'an mengajarkan kekerasan untuk menyebarkan Islam dan mengakui ketidakadilan. Kesembilan, sejarah al-Qur'an tidak menentu. Kesepuluh, Peristiwa mi‘raj adalah fiksi murni dan dibuat-buat.

l
l

6. Martin Luther (1483-1546)

lLuther menyatakan: “Muhammad menafikan bahwa Kristus adalah Anak Tuhan. Dia menafikan bahwa beliau (Isa) telah wafat demi dosa-dosa kita. Dia menafikan bahwa iman kepada-Nya mengampunkan dosa serta membersihkan (dari kesalahan). Dia menafikan akan kedatangan kehidupan dan kematian-Nya. Mungkin ada kebangkitan orang yang mati, namun dia memercayai pengadilan oleh Tuhan. Dia menafikan Ruh Kudus dan hadiah-hadiah-Nya.”
l
lLuther berpendapat al-Qur'an mengajarkan kebohongan, pembunuhan dan tidak menghargai perkawinan. Bohong karena menolak kematian Jesus dan ketuhanan Jesus sebagaimana yang diajarkan Bibel. al-Qur'an mengajarkan bahwa hukum ditegakkan dengan pedang dan keimanan Kristiani dan pemerintahan Muslim perlu dihancurkan, dan Turki (Muslim) adalah pembunuh.

lMETODOLOGI STUDI BIBEL (Biblical Criticism)

SEJARAH BIBLICAL CRITICISM

lNaskah Perjanjian Baru dalam bahasa Yunani kuno dicetak pertama kali tahun 1514 di Spanyol oleh Universitas Alcalá. Tapi, naskah Perjanjian Baru dalam bahasa Yunani Kuno yang pertama kali mendapat sambutan adalah edisi yang diterbitkan oleh Desiderius Erasmus (1469-1536) dari Rotterdam, Belanda pada tahun 1516. Naskah teks versi Erasmus tersebut dijadikan textus receptus dan teks standar hingga tahun 1881.
lPerjanjian Baru versi Erasmus yang dijadikan textus receptus mendapat kritikan untuk pertama kalinya dari Richard Simon (1638-1712), seorang pendeta Perancis, yang dijuluki the ‘father of Biblical criticism’. Simon adalah orang yang pertama menggunakan metode-medote kritis di dalam studi historis asal mula bentuk tradisional teks Perjanjian Baru.
l
lMemanfaatkan karya-karya Simon, John Mill (1645-1707), seorang teolog Anglikan menganalisa secara kritis teks Perjanjian Baru. Setelah 30 tahun mengkaji teks Perjanjian Baru, Mill menerbitkan karyanya di Oxford pada tahun 1707. John Mill mengkaji kritis teks (textual criticism) Perjanjian Baru dengan cara menghimpun varian bacaan dari manuskrip-manuskrip Yunani kuno, ragam versi teks Perjanjian Baru dari para Petinggi Gereja. Hasilnya, Mill dapat menghimpun sekitar 30.000 varian bacaan yang berbeda dengan textus receptus dalam versi bahasa Yunani kuno. Meski demikian, John Mill belum berani untuk mengubah textus receptus.
l
l
lDr. Edward Wells (1667-1727) mengedit secara lengkap Perjanjian Baru dalam bahasa Yunani Kuno. Dalam beberapa bacaan, Wells meninggalkan textus receptus dengan menyebelahi bacaan dari manuskrip-manuskrip kuno.
lRichard Bentley (1662-1742) mengkaji secara kritis teks edisi Perjanjian Baru dalam bahasa Yunani kuno dan Latin. Hasilnya, Bentley meninggalkan textus receptus lebih dari 40 tempat. Ia menghimpun materi-materi untuk membuat Perjanjian Baru edisi kritis yang akan mengganti textus receptus.
l
lBersamaan dengan Bentley, Daniel Mace, seorang Pastur Presbyterian di Newbury menerbitkan Perjanjian Baru dalam 2 jilid dan dalam dua bahasa, Yunani kuno dan Inggris. Naskah tersebut diterbitkan di London pada tahun 1729. Mace memilih varian bacaan yang telah dihimpun Mill. Dalam pandangan Mace, varian bacaan yang dihimpun Mill lebih tinggi dari textus receptus.

l
lFase baru dalam analisa teks Perjanjian Baru bermula dengan Johann Albrecht Bengel (1687-1752). Dengan memanfaatkan 30.000 varian bacaan yang telah dihimpun Mill, Bengel memfokuskan kajiannya kepada periwayatan teks. Bengel yang pertama kali menyusun bukti-bukti kepada teks Perjanjian Baru. Ia juga merumuskan aturan kritis (a canon of criticism) untuk menetapkan akurasi sebuah varian bacaan. Dalam pandangan Bengel, kemungkinan besar penulis akan memudahkan tulisan yang sukar dipahami, ketimbang menyulitkan tulisan yang mudah dipahami. Bengel merumuskan sebuah prinsip; bacaan yang lebih sulit lebih diprioritaskan dibanding bacaan yang mudah. Bagaimanapun, Bengel belum sepenuhnya mengkritik textus receptus. Bengel masih menggunakan textus receptus, sekalipun ia membuat apparatus criticus di dalam textus receptus.

l
lDengan memanfaatkan kajian analisa teks (textual criticism) yang telah dilakukan oleh para pendahulunya, Johann Salomo Semler (1725-1791), seorang profesor dalam bidang teologi di Halle, Jerman, menulis berbagai karya yang menganalisa secara kritis-historis teks Perjanjian Baru. Ia mengkaji individu-individu yang mengarang Bibel. Dalam pandangannya, Kalam Ilahi (Word of God) dan Kitab Suci (Holy Scripture) tidak identik. Kitab Suci memuat buku-buku yang penting hanya untuk masa terdahulu saat buku-buku tersebut ditulis. Menurut Semler, ajaran seperti itu tidak dapat memberi sumbangan moral kepada manusia hari ini untuk maju. Konsekwensinya, dalam pandangan Semler, bagian-bagian dari Bibel bukanlah inspirasi/wahyu dan tidak dapat diterima secara otoritatif. Semler juga berpendapat buku yang ada di dalam Bibel adalah murni historis belaka. Bibel terbentuk berdasarkan kepada kesepakatan dari wilayah–wilayah Gereja. Menurut Semler lagi, setiap orang Kristen berhak untuk meneliti secara bebas kondisi historis setiap buku di dalam Bibel ketika ditulis. Disebabkan karya-karyanya, Semler digelar sebagai pendiri studi historis Perjanjian Baru.
l
lSemler menyatakan:“Terutama, seluruh gagasan umum mengenai Kanon, berasal dari Tuhan yang sama serta nilai dari semua buku beserta bagian-bagian yang sehingga kini ada di dalamnya secara mutlak bukanlah bagian yang esensi dari agama Kristen. Seseorang dapat menjadi Kristen yang taat tanpa menyifatkan semua buku yang termasuk di dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru berasal dari wahyu Tuhan yang satu dan dari sumber yang sama, atau menganggap semua buku tersebut sederajat, dan tanpa menilai semua buku tersebut manfaat umumnya sama. Tidak ada keyakinan yang tidak bisa berubah, universal berkaitan dengan hal tersebut. Sekalipun begitu, keyakinan yang tidak bisa berubah dan umum dari karakter agama Kristen beserta doktrin-doktrin dan prinsip-prinsip dasarnya akan selalu ada.

l
lMurid Semler di Halle, Johann Jakob Griesbach (1745-1812) menerbitkan pada tahun 1774-1775 sebuah edisi Perjanjian Baru Yunani yang memasukkan versinya sendiri ketimbang menggunakan textus receptus. Griesbach juga membuat apparatus criticus. Dengan karya tersebut, Griesbach mengakhiri dominasi Perjanjian Baru Yunani edisi Erasmus yang sebelumnya telah dijadikan textus receptus. Griesbach melakukan kritik metodologis (methodological criticism). Sekalipun ia merujuk kepada bukti-bukti teks kepada tiga versi, yaitu Alexandria, Barat dan Konstatinopel, Griesbach menganggap hanya kodex Alexandria dan kodex Barat yang berharga. Pembahasannya mengenai kodex-kodex tersebut merupakan fondasi bagi perkembangan analisa teks dan studi historis teks Perjanjian Baru. Griesbach menganalisa pengarang Perjanjian Baru. Ia mengkaji keterkaitan antara Matius, Markus dan Lukas. Dalam pandangan Griesbach, susunan kronologis dari objek pembahasan ketiga para pengarang Bibel (Synoptics) tersebut tidak dapat dipercaya. Karya mereka mustahil diharmonisasikan.
l
lBerbeda dengan Griesbach, Johann Gottfried Herder (1744-1803), seorang Ketua Pastor di Weimar, Jerman, menolak mengharmoninasikan Synoptics. Ia menyatakan setiap pengarang Bibel memiliki maksud, waktu dan lokasi masing-masing. Ia menegaskan Bibel yang utama (Primal Gospel) adalah oral dibanding tulisan. Bibel yang paling tua adalah ucapan oral Yesus. Usaha Herder yang mengkaji bentuk-bentuk kuno dari tradisi Bibel dan karakter dari semua Bibel kanonik sebagai alat bukti, merupakan cikal bakal kelak terbentuknya kritik bentuk (form criticism).
l
l
lSalah seorang yang juga memfokuskan kajiannya kepada bentuk-bentuk Bibel adalah Friedrich Daniel Ernst Schleiermacher (1768-1834), seorang profesor teologi di Universitas Berlin, yang digelari juga sebagai the founder of General Hermeneutics.” Schleiermacher merumuskan General Hermeneutics karena alasan-alasan teologis. Tujuan akhirnya supaya hermeneutika Bibel memiliki dasar yang kuat. Dasar tersebut, menurut Schleirmacher, dapat disiapkan jika hermeneutika Bibel (hermeneutica sacra) memanfaatkan wawasan dari hermeneutika sastra (hermeneutica profana). Menurut Schleiermacher, sekalipun Bibel adalah wahyu, namun ia ditulis dalam bahasa manusia. Schleirmacher dianggap sebagai “the founder of General Hermeneutics” bukan saja karena ia secara eksplisit dan sangat bersemangat mengemukakan cara-cara melakukan penafsiran, namun juga bagaimana General Hermeneutics dapat dikembangkan menjadi Filsafat. Jika Kant menjawab pertanyaan How knowledge is possible, maka General Hermeneutics, dalam pandangan Schleiermacher, menjawab pertanyaan ‘How is the understanding of speech possible?’
l
lDalam pandangan Schleiermacher, Timotius I bukanlah berasal dari Paul. Alasannya, penggunaan bahasa serta situasi yang digambarkan di dalam teks tersebut, tidak sesuai dengan kehidupan Paul. Schleiermacher berpendapat bahwa buku-buku yang ada di dalam Bibel sepatutnya diperlakukan sama dengan karya-karya tulis yang lain. Schleirmacher melengkapi tafsirnya kepada teks dengan menganalisa pemahaman sejarah-bahasa dan psikologis. Ia berusaha memahami setiap kompleksitas ide yang ada sebagai sebuah momen di dalam kehidupan individu tertentu.
l
l
lDi bawah pengaruh Schleiermacher, Karl Lachmann (1793-1851), seorang profesor filologi di Berlin, untuk pertama kalinya meninggalkan textus receptus secara total. Ia menerbitkan Perjanjian Baru dalam bahasa Yunani kuno pada tahun 1831. Edisi baru tersebut menggunakan analisa teks ketika mengevaluasi varian bacaan. Dalam pandangannya, tidak mungkin teks orisinal Perjanjian Baru akan dapat dihasilkan lagi. Dengan karya tersebut, Lachmann merupakan pendiri kritik teks era modern
lSetelah Lachmann, banyak sekali para sarjana Kristen menganalisa teks dan menolak textus receptus, seperti Lobegott Friedrich Constantin von Tischendorf (1815-1874), Samuel Prideaux Tregelles (1813-1875), Henry Alford (1810-1871), Brooke Foss Westcott (1825-1901), Bernhard Weiss (1827-1918), Hermann Freiherr von Soden (1852-1914), dan lain-lainnya.
l
lUraian ringkas di atas menunjukkan pada abad 19, textus receptus Perjanjian Baru sudah ditolak. Berbagai jenis disiplin ilmiah untuk mengkritik Bibel (biblical criticism) telah mapan. Kata kritik (criticism) ketika dikaitkan dengan Perjanjian Baru bukan lagi sesuatu yang negatif. Kata tersebut justru sesuatu yang positif. Kata criticism berasal dari kata kerja Yunani, krinō: memisahkan, membedakan, memilih, menentukan atau menilai. Sarjana yang menggunakan metode kritis-historis bertindak sebagai sejarawan dan hakim yang berusaha untuk menentukan kebenaran problema yang sedang dikaji.
l
l

Tidak ada komentar:

Posting Komentar