Powered By Blogger

Kamis, 03 Desember 2009

INTERPRETASI 'AYAT PLURALISME'


Written by Syamsuddin Arif

Thursday, 28 December 2006

Artikel Zuhairi Misrawi tentang 'ayat pluralisme' di harian Republika (08/12) menarik sekaligus menyisakan beberapa persoalan eksegetis. Setelah menguraikan pendapat bahwa ayat 69 surah Al Maidah tetap berlaku, Zuhairi menyimpulkan, "Pada mulanya Rasulullah SAW sendiri beranggapan bahwa orang-orang non-Muslim tidak akan masuk surga. Tapi setelah turun ayat tersebut, maka semakin jelas tentang kekuasaan dan kehendak Tuhan terhadap orang-orang non-Muslim. Perbedaan agama tidak menghalangi Tuhan untuk memberikan pahala." Dengan kata lain, di mana letak keadilan dan kasih sayang Tuhan jika orang-orang non-Muslim yang saleh dan banyak berbuat baik semasa hidupnya kelak dijebloskan ke neraka?

Memang benar, soal masuk surga dan neraka adalah hak prerogatif Tuhan. Hanya Tuhan yang berhak menghakimi dan memutuskan siapa bakal masuk ke mana kelak. Namun, di samping memberikan semacam 'tips' untuk bisa sampai ke sana, Tuhan juga mengumumkan ciri-ciri kandidat ahli surga maupun ahli neraka.

Untuk memperoleh pemahaman yang jujur dan jernih perihal 'ayat pluralisme' itu semestinya kita tidak mengabaikan konteks siyaq, sibaq, serta lihaq ayat tersebut. Pertama, mari kita perhatikan ayat-ayat yang mendahuluinya, setidaknya mulai ayat 41 hingga 68. Secara eksplisit Tuhan mengecam sikap dan perilaku kalangan Ahlul Kitab yang ingkar dan 'lain di mulut lain di hati', gemar memelintir kebenaran, menuruti hawa nafsu, mempermainkan agama dan menimbulkan permusuhan. Selanjutnya mari kita lihat ayat-ayat yang mengikutinya, terutama ayat 78 hingga 86 Surat Al Maidah yang menjadi konteks lihaq 'ayat pluralisme' tersebut.

Dinyatakan di sana bahwa mereka yang kufur dari kalangan Bani Israil telah dikutuk karena selalu durhaka dan melampaui batas, membiarkan kemungkaran terjadi, menjadikan orang tak beriman sebagai pelindung mereka. Sekiranya mereka beriman kepada Allah, kepada Nabi (Musa) dan kepada apa yang diturunkan kepadanya niscaya mereka tidak meminta perlindungan kepada orang-orang tersebut, namun mayoritas mereka memang fasik.

Akan kamu dapati orang yang paling memusuhi kaum beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik. Sedang yang paling dekat dan bersahabat ialah orang-orang Nasrani, karena di antara mereka ada pendeta-pendeta dan rahib-rahib, juga karena mereka tidak angkuh. Bila mendengarkan apa yang diturunkan kepada Rasulullah mata mereka berkaca-kaca terharu oleh kebenaran yang telah mereka ketahui, seraya berkata: "Ya Tuhan, kami telah beriman, maka masukkanlah kami dalam daftar orang-orang yang menjadi saksi. Bagaimana kami tidak beriman kepada Allah dan kebenaran yang datang kepada kami, wong kami ini ingin agar Tuhan memasukkan kami ke dalam golongan orang saleh?" Maka Allah memberi mereka pahala untuk perkataan yang mereka ucapkan, yaitu surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, kekal abadi di sana. Demikianlah balasan bagi orang baik. Adapun mereka yang kufur dan mendustakan ayat-ayat Allah jelas bakal menjadi penghuni neraka.

Dari sini jelas sekali bahwa umat Yahudi dan Nasrani disanjung apabila mereka mau beriman kepada Nabi Muhammad dan ajaran yang dibawanya, tetapi dikecam jika tidak beriman, durhaka, dan bertindak melampaui batas. Ahlul Kitab yang beriman masuk Islam dijanjikan pahala dua kali lipat, ujar Rasulullah dalam sebuah hadis sahih. Sebaliknya, Ahlul Kitab yang kepadanya telah sampai panggilan untuk beriman dan memeluk Islam tetapi enggan menyambutnya maka sulit baginya untuk terhindar dari api neraka (HR Muslim No 153). Sekarang marilah kita menggunakan pendekatan sola scriptura (ajaran) untuk menjawab sejumlah persoalan terkait.

Tafsir Quran bil Quran

Pertanyaan pertama yang mengemuka terkait 'ayat pluralisme' itu ialah apa maksud ungkapan "siapa yang beriman di antara mereka?" Jawaban dan perincian rukun iman beserta indikatornya kita temukan dalam Surat Al Baqarah 285, Ali Imran 171-3, An Nisa 162, Al A'raf 157, Al Anfal 2-4 dan 74, At Tawbah 13, Al Mu'minun 2-9, An Nur 62, Al Hujurat 15, dan Al Hadid 19.

Kedua, apakah Ahlul Kitab Yahudi maupun Nasrani juga beriman? Menurut Alquran mayoritas mereka tidak beriman. Ini karena mereka mendustakan Nabi Muhammad dan wahyu yang diturunkan kepadanya, menolak syariatnya, enggan masuk Islam. Itulah sebabnya mengapa Allah menegur dan mengecam mereka (Al Baqarah 89-93, An Nisa 47, An Nisa' 171). Namun demikian tidak semua Ahlul Kitab itu kafir. Ada sebagian kecil dari mereka yang beriman kepada Rasulullah SAW dan memeluk Islam (Ali Imran 110-115 dan 199, juga Al Ankabut 47).

Selanjutnya, meski telah menyatakan diri beriman dan masuk Islam, mereka tentu akan diuji Tuhan (Al Ankabut 1-2). Dalam hal ini posisi mereka sama dengan orang Muslim lainnya yang juga mengaku beriman dan perlu ujian. Mengapa demikian? Karena banyak orang mengaku Islam dan beriman di mulut saja sehingga menipu dirinya sendiri (Al Baqarah 8-9 dan Al Munafiqun 1). Ada juga yang telah menyatakan diri berislam dan beriman, tetapi baru sampai tahap minimal, di mulut dan di hati, tapi praktiknya belum (Al Hujurat 14) bahkan perbuatan maksiatnya jalan terus, sehingga disebut fasiq (Al Maidah 49).

Ketiga, apa yang dimaksud dengan amal saleh dalam ungkapan "siapa yang berbuat baik'? Dijelaskan antara lain bahwa amal saleh adalah hidup berpandukan ajaran kitab suci dan mendirikan shalat (Al A'raf 168). Amal baik di sini berkaitan dengan dan berlandaskan ajaran serta perintah agama.

Terakhir, bagaimana memahami ungkapan 'mereka tidak perlu takut dan tidak perlu cemas'? Dalam Alquran, ungkapan seperti ini terdapat lebih dari sekali, dengan berbagai konteks. Yang jelas, untuk bisa memperoleh jaminan keselamatan di dunia dan akhirat seseorang harus berislam, beriman, beramal saleh, berihsan, bertaqwa, dan beristiqamah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar